Tuesday, December 30, 2008
Crowd-Marketing Becomes Horizontal
*
Membaca buku ini layaknya seperti membaca kitab pusaka yang akan menurunkan ilmu sihir . Ilmu sihir marketing versi. 2.0 ! Apa ityu ?
*
Maka semua mantra sihir mesti dilafalkan berulang-ulang, terus menerus, berpuluh kali, beratus kali, hingga ribuan kali, maka inilah mantra sihir marketing yang diturunkan oleh penyihir muda generasii marketing 2.0 , Yuswohady !
*
Mantra yang akan terus kau lafalkan agar jadi bisa menguasai jagat belantara dan rimba persilatan marketing adalah seperti berikut ini ( Tolong lafalkan berulang-ulang agar terserap dalam darah dan nafasmu !!! ):
*
Mantra sihir pembuka
Horizontal BEATS vertical !
Obama BEATS McCain !
Wikipedia BEATS Britanica !
Linux BEATS Windows !
Firefox BEATS Explorer !
Blogger BEATS CNN !
Craight BEATS Monster.com !
Flickr BEATS Getty Images !
Long tail BEATS Mainstream !
Blog BEATS Websites !
Social media BEATS mass media !
Evangelist BEATS salesman !
Citizen journalism BEATS mainstream media !
" Many to many" BEATS " One to many " !
*
Mantra sihir Pamungkas : E=wMC2:
Friendster, Youtube, Facebook, MySpace, Secon Life, Blogger, Flickr. Narcism, Yahoo messanger,Web 2.0, Technocrati. coComment.wikiis.Digg.CMS.Sourceforge.Internet messenger (IM).Chat.ADSL.RSS.APLs.ASP.ROR/LAMP.Ajax.Tags.
*
Bacalah mantra lanjutan ini !!!: ( be careful with the sparkling fires ! ):
from web 1.0 to web 2.0
from Doubleclick to Google Adsense
from Ofoto to Flickr
from MP3 to Napster
from Britanica Online to Wikipedia
from personal website to blogging
from evite to upcoming org and EVDB
from domain name speculation to search engine optimization
from oage views to cost per click
from screen scrapping to web services
from publishing to particiapation
from content management system to wikis
from directories to tagging ( folksonomy )
from stikckiness to syndication !
*
Masih belum terkena sihir atau masih bingung dengan mantra sihir ini ? Kalau sudah maka :
Welcome to the NEW world with NEW rules of the game
NEW world with NEW formula of success ! Karena,
Customers take control !
Customers become the centre of gravity !
You become the The person of The Year, You !" Yes YOU ! " maka ,
You control the information Age "
Welcome to your World !
*
Bila sudah tiba saatnya anda mabuk kepayang tujuh keliling dengan mantra-mantra sihir ini maka inilah rangkuman pamungkas mantra sihir -mantra dari segala mantra- yang HARUSi anda masukkan ke dalam darah dan daging , ke dalam nafas anda, setiap detik, setiap menit setiap jam, setiap hari, setiap minggu,setiap bulan , setiap tahun -pokoknya sampai anda mati sebagai ahli sihir marketing atau mati tersihir di abad Web 2.0 :
*
" Your NETWORKED customers must be Your EVANGELIST who will be CONNECTING your others networked customers who will turn them to be fanatic MEMBERS that will change the market become HUMAN by FACILILATING your brand AUTHENTICITY as a CULT that will be CONTAGIOUS through honest CONVERSATION then engage your Most Passionates Customer to CO-CREATE solutions then your BRAND BECOMES A RELIGION and your NETWORKED customer is YOUR BELIEVERS !!! "
*
(lafalkan mantra ini setiap bangun tidur, setiap kali mau makan pagi, mau makan siang, mau makan malam, sebelum mandi, setrelah mandi, sebelum tidur, sedang tidur, dlam tidur sampai anda tertidur ! )
*
Kalau tidak manjur juga mantra ini, hanya satu pesan " Bheli Bukhunya ! " ( Ada Tokobuku online yang mau masang CONNECTING LINK ? )
Label: Marketing
Saturday, December 20, 2008
Maryamah Karpov-Mimpi Mimpi Lintang
Tanggal beli : 03 Desember 2008-Gramedia Semanggi-Cetakan kedua November 2008-504 halaman-Penerbit Bentang.
*
Tak ada kata yang lebih tepat untuk menjelaskan tentang demam Laskar pelangi dan sekuel buku-bukunya terutama sekuel terakhir sekaligus penutup kisah petualangan Ikal , buku Maryamah Karpov.
*
Menunggu terbitnya Maryamah Karpov, seperti menunggu kelahiran anak pertama. Di mana-mana terasa semua orang menanti kelahirannya. Diharubirukan pula oleh masa dan peridoe yang sama dengan beredarnya film Laskar Pelangi pada beberapa bulan sebelumnya.
*
Buku terakhir dari tetralogi Laskar Pelangi ini hadir dengan sebuah euforia yang tepat pada waktunya. sebuah strategi marketing yang jitu dan mumpuni. Film buku pertamanya masih hangat dibicarakan.Masih juga diputar di bioskop kelas bawah sampai hari ini setelah hampir 3 bulan terpampang di bioskop twenty one seluruh Indonesia. Menembus di atas angka 4 juta penonton. Sebuah angka penonton yang fantastis !
*
Buku terakhir yang sangat di tunggu-tunggu ini kuperolah setelah 3 kali tiba di Gramedia Semanggi. Kosong terus. Padahal hari masih pagi. Di monitor aku cek 618 eksemplar.Pagi-pagi sudah ludes. Luar biasa. Baru hari ketiga aku berhasil mendapatkan buku ini. Aku beli dua . Satu untuk guruku di Bangka, Pak Soekirman. Guru SMP Muhamadiyah Sungailiat Bangka. Di sana mungkin bukunya belum cepat beredar.
*
Membaca buku terakhir ini, kita dihadapkan pada sebuah beban yang sudah lama kita -sebagai pembaca- tanggung, penantian tentang sebuah pertemuan . A Ling. Tetralogi yang total berjumlah 1588 halaman ini mengurus rasa penasaran kita sampai ke ubun-ubun. Tak tertahankan. Meletup pelan-pelan. Tapi terasa seperti gempa.
*
Pengembaraan yang jauh kesemua benua. Menghadapi beribu tantangan . Hanya untuk satu kata. Cinta. Sebagai pembaca yang telah menonton filmnya , talkshow dan juga baca buku-buku tentang behind the scene-nya, bahkan buku tentang phenomena Laskar Pelangi, maka kita terombang-ambang antara fiksi dan kenyataan . Antara Ikal dan Andrea Hirata. Dan siapa A Ling dalam hidup nyata Andrea Hirata. Bila tokoh perempuan ini nyata dan pernah ada. ?
*
Novel ini secara keseluruhan berlokasi balik ke Belitong. Petualangan Ikal mencari wanita yang di pujanya. Wanita cinta pertamanya. Wanita yang hidup di bawah sadarnya. Seperti darah yang tak lagi terasa ada. Sebuah pencarian yang lama. Melelahkan. A Ling akhirnya di temukan di pulau kecil Batuan. Di selat Malaka. Selat Singapura. Dan dalam pertemuan itu , kita sebagai pembaca berharap banyak...
*
Kawan, bila engkau terharu biru oleh penantian pertemuan A Ling dengan Ikal, maka momen yang kita tunggu itu hanya di gambarkan tak sampai setengah lembar saja. Penonton dan pembaca mungkin kecewa, yachh…kok gitu doang. Akhirnya A Ling di temukan. Lemah dan lunglai. Lalu di bawah pulang ke Manggar. Naik perahu yang dibuat oleh Ikal berbulan-bulan sebelumnya.
*
Sebagai pembaca aku agak kecewa dengan pelukisan suasana pertemuan itu. Yang diharapkan pembaca mungkin semacam pelukisan yang menumpuhruahkan perasaan Ikal di atas kanvas kertas novel yang kita baca. Panjang berlembar-lembar. Tapi Andrea Hirata tak memanjakan harapan yang sudah ditumpuk-tumpuk setelah 3 buku lamanya. Lewat begitu saja.
*
Tapi ujung ceritanyalah yang membuat luka kecewa kita terobati. Tiga lembar terakhirlah yang membuktikan betapa Andrea Hirata telah memiliki kemampuan senjata pamungkas kata-kata yang bernas. Lukisan tentang rasa sedihnya bercampur aduk dengan tanggungan beban rindu untuk memiliki dan menikahi perempuan cinta seumur hidupnya. Semua dilukiskan dan diungkapkan dengan subtil dan pedih. Metafora yang demikian piawai. Andrea Hirata , jagoan !
*
Lembar terakhir , pelukisan tentang A Ling yang berdiri di tengah lapang setelah komedi putar usai menjelang gerimis malam, membuat kau para perempuan, akan terseguk tertahan. Pedih. Sedih. Sunyi. Kita tahu akhir ceritanya ? Entahah. Andrea Hirata meninggalkan kita dengan perasaan tak karuan. Open ending yang subtil. Sulit diterka.Tapi kita paham maknanya. Kita hanya bebas menduga-duga. Akankah Ikal menikah dengan A Ling setelah tak direstui oleh ayahnya ? Akanlah Ikal mencuri A Ling dari pamannya malam itu ? Sisa akhir cerita yang terbuka menjadi lahan baru buat imajinasi kita. Memanjakan diri kita dengan ending yang bias tak selesai tapi diam-diam kita puas.Juga awal sebuah kreatifitas baru. Bisa jadi.
*
Aku membawa apapun yang dapat kubawa dalam sebuah karung kecampang.Lapangan Padang Bulan telah kosong ketika aku tiba. Pasar malam telah redup., komidi putar tak lagi berputar, lampu-lampunya telah dimatikan. Yang terdengar hanya suit angin.
*
Di tengah hamparan ilalang, A Ling berdiri sendirian menungguku. Kami hanya diam, tapi A Ling tahu apa yang telah terjadi. Ia terpaku lalu luruh. Ia bersimpuh dan memeluk lututnya. Matanya semerah saga. Ia sesengukan sambil meremas ilalang tajam. Seakan tak ia rasakan darah mengucur di telapaknya. Ia menarik putus kalungnya menggulung lengan bajunya, dan memperlihatkan rajah kupu-kupu hitam di bawah sinar bulan. Kukatakan padanya , aku akan mencurinya dari pamannya dan melarikannya. Aku akan membawanya naik perahu itu dan kami akan melintasi Selat Singapura.
*
Perlahan awan kelabu di langit turun menjadi titik gerimis. Butirnya yang lembut serupa tabir putih menyelimuti tubuh kami. ( Halaman 504- Maryamah Karpov )
*
Kawan. Bila kau punya rasa dan hati yang ditumbuhi cinta, maka diakhir yang terbuka ini , kau akan paham dan mengerti. Tak perlulah lagi berpanjang kata untuk memaparkan semua nuansa yang bisa kau sendiri apresiasi dan terka. Dalam tiap kata-kata. Yang lembut terpendam pedih luka.
*
Buku terakhir yang sangat di tunggu-tunggu ini kuperolah setelah 3 kali tiba di Gramedia Semanggi. Kosong terus. Padahal hari masih pagi. Di monitor aku cek 618 eksemplar.Pagi-pagi sudah ludes. Luar biasa. Baru hari ketiga aku berhasil mendapatkan buku ini. Aku beli dua . Satu untuk guruku di Bangka, Pak Soekirman. Guru SMP Muhamadiyah Sungailiat Bangka. Di sana mungkin bukunya belum cepat beredar.
*
Membaca buku terakhir ini, kita dihadapkan pada sebuah beban yang sudah lama kita -sebagai pembaca- tanggung, penantian tentang sebuah pertemuan . A Ling. Tetralogi yang total berjumlah 1588 halaman ini mengurus rasa penasaran kita sampai ke ubun-ubun. Tak tertahankan. Meletup pelan-pelan. Tapi terasa seperti gempa.
*
Pengembaraan yang jauh kesemua benua. Menghadapi beribu tantangan . Hanya untuk satu kata. Cinta. Sebagai pembaca yang telah menonton filmnya , talkshow dan juga baca buku-buku tentang behind the scene-nya, bahkan buku tentang phenomena Laskar Pelangi, maka kita terombang-ambang antara fiksi dan kenyataan . Antara Ikal dan Andrea Hirata. Dan siapa A Ling dalam hidup nyata Andrea Hirata. Bila tokoh perempuan ini nyata dan pernah ada. ?
*
Novel ini secara keseluruhan berlokasi balik ke Belitong. Petualangan Ikal mencari wanita yang di pujanya. Wanita cinta pertamanya. Wanita yang hidup di bawah sadarnya. Seperti darah yang tak lagi terasa ada. Sebuah pencarian yang lama. Melelahkan. A Ling akhirnya di temukan di pulau kecil Batuan. Di selat Malaka. Selat Singapura. Dan dalam pertemuan itu , kita sebagai pembaca berharap banyak...
*
Kawan, bila engkau terharu biru oleh penantian pertemuan A Ling dengan Ikal, maka momen yang kita tunggu itu hanya di gambarkan tak sampai setengah lembar saja. Penonton dan pembaca mungkin kecewa, yachh…kok gitu doang. Akhirnya A Ling di temukan. Lemah dan lunglai. Lalu di bawah pulang ke Manggar. Naik perahu yang dibuat oleh Ikal berbulan-bulan sebelumnya.
*
Sebagai pembaca aku agak kecewa dengan pelukisan suasana pertemuan itu. Yang diharapkan pembaca mungkin semacam pelukisan yang menumpuhruahkan perasaan Ikal di atas kanvas kertas novel yang kita baca. Panjang berlembar-lembar. Tapi Andrea Hirata tak memanjakan harapan yang sudah ditumpuk-tumpuk setelah 3 buku lamanya. Lewat begitu saja.
*
Tapi ujung ceritanyalah yang membuat luka kecewa kita terobati. Tiga lembar terakhirlah yang membuktikan betapa Andrea Hirata telah memiliki kemampuan senjata pamungkas kata-kata yang bernas. Lukisan tentang rasa sedihnya bercampur aduk dengan tanggungan beban rindu untuk memiliki dan menikahi perempuan cinta seumur hidupnya. Semua dilukiskan dan diungkapkan dengan subtil dan pedih. Metafora yang demikian piawai. Andrea Hirata , jagoan !
*
Lembar terakhir , pelukisan tentang A Ling yang berdiri di tengah lapang setelah komedi putar usai menjelang gerimis malam, membuat kau para perempuan, akan terseguk tertahan. Pedih. Sedih. Sunyi. Kita tahu akhir ceritanya ? Entahah. Andrea Hirata meninggalkan kita dengan perasaan tak karuan. Open ending yang subtil. Sulit diterka.Tapi kita paham maknanya. Kita hanya bebas menduga-duga. Akankah Ikal menikah dengan A Ling setelah tak direstui oleh ayahnya ? Akanlah Ikal mencuri A Ling dari pamannya malam itu ? Sisa akhir cerita yang terbuka menjadi lahan baru buat imajinasi kita. Memanjakan diri kita dengan ending yang bias tak selesai tapi diam-diam kita puas.Juga awal sebuah kreatifitas baru. Bisa jadi.
*
Aku membawa apapun yang dapat kubawa dalam sebuah karung kecampang.Lapangan Padang Bulan telah kosong ketika aku tiba. Pasar malam telah redup., komidi putar tak lagi berputar, lampu-lampunya telah dimatikan. Yang terdengar hanya suit angin.
*
Di tengah hamparan ilalang, A Ling berdiri sendirian menungguku. Kami hanya diam, tapi A Ling tahu apa yang telah terjadi. Ia terpaku lalu luruh. Ia bersimpuh dan memeluk lututnya. Matanya semerah saga. Ia sesengukan sambil meremas ilalang tajam. Seakan tak ia rasakan darah mengucur di telapaknya. Ia menarik putus kalungnya menggulung lengan bajunya, dan memperlihatkan rajah kupu-kupu hitam di bawah sinar bulan. Kukatakan padanya , aku akan mencurinya dari pamannya dan melarikannya. Aku akan membawanya naik perahu itu dan kami akan melintasi Selat Singapura.
*
Perlahan awan kelabu di langit turun menjadi titik gerimis. Butirnya yang lembut serupa tabir putih menyelimuti tubuh kami. ( Halaman 504- Maryamah Karpov )
*
Kawan. Bila kau punya rasa dan hati yang ditumbuhi cinta, maka diakhir yang terbuka ini , kau akan paham dan mengerti. Tak perlulah lagi berpanjang kata untuk memaparkan semua nuansa yang bisa kau sendiri apresiasi dan terka. Dalam tiap kata-kata. Yang lembut terpendam pedih luka.
*
Dan The best part dari seluruh novel ini bagiku dimulai dari halaman 490 sampai halam 504. Membaca lembar-lembar halaman ini kawan, akan membuatmu mengerti tentang sebuah ungkapan rindu haru biru , cinta pertama. Dekat kau malu, jauh kau rindu. Duh Gusti….
Label: Novel
Thursday, December 18, 2008
Arus Balik
Tak gampang menyelesaikan buku setebal 751 halaman ini. Butuh stamina baca yang betul-betul kuat terjaga. Dan membutuhkan sebuah ketabahan untuk mendaki sampai klimak cerita. Sebuah kisah yang pada awalnya akan membuat kau sulit membalikkan halaman-halamannya disebabkan oleh rumitnya kata-kata dan detailnya Pram berujur lewat tokoh-tokoh utama.
***
Obralan yang pajang dan melelahkan tentang laut dan samudra, seakan Pramoedya ingin mengatakan sambil memamerkan keahlian dan juga pengetahuan serta kemampuannya yang sungguh piawai sebagai penulis kaliber kakap , tiada dua. Luar biasa!
***
Dari kacamata seorang Portugis yang kalah perang dan di tinggalkan bangsanya di Demak lalu melarikan diri ke Paulau Maluku, kisah ini menceritakan tentang Wiranggaleng, dari seorang desa nelayan, lalu tumbuh menjadi seorang senopati Tuban dengan lika-liku intrik kerajaan pada awal abad ke 16. Melibatkan Demak dan Malaka. Sampai Wiranggaleng menjadi Senopati lalu masuk ke dalam hutan dan menjadi rakyat biasa hidup di huma dengan istrinya, Idayu. Anaknya yang tunggal melarikan diri ke Maluku lalu Ternate . Hidup dalam kecewa dan juga hidup dalam kebohongan. Lalu masuk Katolik , mengganti namanya jadi Paulus dan hidup sebagai budak orang Portugis, Gonzalves Mateo. Mengaku telah membunuh Sultan Trenggono musuh bebuyutan ayahnya, Wiranggaleng , tapi ternyata tak mendapatkan pujian. Walaupun pembunuhan terhadap Trenggono adalah hasil perbuatan Jafar sang jurutaman sultan. yang Homo.
***
Yang tak kita ketahui, siapa nama si " Aku " yang menjadi juru cerita kisah tragedi ini ? Yang jelas si Aku adalah orang Portugis. Tentara. Cara dan metode Pramodya berkisah denga mengambil sudut pandang si Aku, mirip dengan buku Rumah Kaca. Lewat Pangemanann , kita di kisahkan akhir hidup yang tragis si Minke. Dan lewat si Aku Portugis, kita juga di kisahkan naik dan jatuhnya si Wiranggaleng sang Senopati.
***
Dalam teknik berkisah , kematangan PAT sudah teruji dan tak dapat lagi kita cari selah sengketa untuk mengatakan kisah dan struktur kisah lemah. Perkembangan tokoh-tokoh utama di kisahkan detail dan sempurna. Kita seperti menyaksikan sebuah panorama sebuah film ketika membaca kalimat-kalimat Pramoedya tentan peperangan , suasana hutan abad ke 16, pertempuran kuda dan juga gajah di tanah Jawa, lalu suasana keributan dan huru-hara di kerajaan , semua tergambar seperti nonton layar cinema. Terstruktur. Dengan plot dan pengadeganan berganda. Namun paralel menuju ke titik konflik . Jelas, berkelas !
***
Background dan latar belakang tanah Jawa abad ke 16 sangat detail dengan tingkah pola dan juga gaya masyarakat Jawa menjelang naiknya bendera Islam setelah Budha kalah bersaing , semua konflik pelan tapi subtil tergambar jelas. Cara mereka makan sirih, melipat kain dan juga gambar-gambar bendera perang, seperti lambang kupu tarung terlukis dengan gambalang. Seakan kau ikut perang ke kancah perang dan hutan belantara lewat tanah Jawa 400 tahun yang silam.
***
Gaya berujar dan cara bicara masyarakat pada masa itu tergambar jelas lewat kata mereka ketika memaki, mengumpat. Pramoedya memang seorang pencacat sosialita yang tiada tara. Bahan kajian sejarah yang menjadi dasar penulisan novel ini tentulah berbuku-buku. Lengkap.
***
Buku yang kubeli bulan Oktober 1995 ini adalah cetakan kedua. Padahal cetakan pertama kalau tak salah juga pada bulan itu juga. Tahun 1995 buku-bukuPAT sudah mulai bisa di beli di toko buku bebas. Walaupun seingatku hanya bisa didapatkan di toko buku Gunung Agung Kwitang saja. Buku ini kudapat setelah berkali-kali bertandang ke sana mencari. Edisi pertama ludes beberapa hari setelah terbit. Sampul tetap sama. Tahun 1995, buku-buku Pramoedya di jual dengan malu-malu, antara takut dan pura-pura tak mengerti oleh toko buku. Bersamaan terbit juga buku-buku cetak ulang, Keluarga Grilya, Blora, Perburuan. Laris manis !
***
Sayang buku Arus Balik ini sudah mulai jarang kulihat di toko buku Gramedia, padahal buku yang lainnya terus di cetak dan di pajang. Edisi baru pernah kulihat yang berwarna biru muda. Dulu harga buku ini sekitar Rp. 78 ribu. Termasuk berharga tinggi.
Sayang buku Arus Balik ini sudah mulai jarang kulihat di toko buku Gramedia, padahal buku yang lainnya terus di cetak dan di pajang. Edisi baru pernah kulihat yang berwarna biru muda. Dulu harga buku ini sekitar Rp. 78 ribu. Termasuk berharga tinggi.
***
Buku ini yag kubeli tahun 1995 akhirnya kuselesaikan pada pertengahan tahun 1997. Jadi hampir dua tahun novel tebal ini teronggok tak dilanjuti. Baru menjelang pertengahan novel, shadowing mulai memberikan unsur-unsur awal menuju klimak. Sebelumnya membacanya seperti naik gunung. Capek maunya berhenti.Istirahat saja.
***
Membaca Pramoedya , seperti membaca kisah sebuah epos revolusi , selalu ada yang tak dapat kita cernah, selalu ada yang tak dapat kita kunyah. Kalimatnya renyah tapi sulit di telan. Detail sampai kadang kau bosan karena capek mengolah makna. Orang bilang membaca Pramoedya seperti membaca novel biasa. Tapi bagiku tidak. Membaca Pramoedya mirip sebuah ritual olahraga, butuh pemanasan yang cukup, lalu game utama, yang akan membuat kau capek dan lalah, baru setelah terasa tubuh kita - dalam hal ini tentu saja jiwa dan pikiran kita -jadi kian sehat. Ekstasi tapi segar. Karena setiap kata-katanya berkait erat dengan semua paragraf dan semua kalimat yang menghantar kita pada sebuah muara baru. Makna terbuka. Bebas reka. Dengan imbuhan segala macam makna baru dari, oleh dan bagi kau, sang pembaca.
***
Tak ada kata lain selain Bravo buat Pramoedya !
Label: Novel
Friday, December 12, 2008
Jakarta Tempo Doeloe
Buku sederhana ini adalah pembuka gerbang ketertarikanku mengenai sejarah kota Batavia. Buku yang kubeli tahun 1990 bulan agustus dengan harga Rp. 4500 ini adalah terbitan tahun 1988. Diterbitkanoleh Metro Pos Jakarta.
***
Sejalan dengan berjalan nya waktu dan banyaknya referensi tambahan kubaca dan kubeli, ternyata buku ini banyak mengutip dan juga banyak mengambil foto-foto lama dari buku-buku dan sumber yang tak di cantumkan pada daftar bibiliogarfinya. Sumber yang tercatat di daftar bacaan hanya 5 buku, yang paling tua buku jjarboek van Batavia en onsterjken terbitan Batavia 1927 karangan JJ. de Vries. Lalu yang kedua adalah karangan Teo Tek Hong tahun1959 yaitu Kenang-kenangan riwayat hiduo saya dan keadaan di Jakarta dari tahun 1882 sampai sekarang .
***
Tapi pastilah sumber utama foto-foto bersumber buka Perkembangan Kota Jakarta terbitan 1977 yang memuat banyak foto serta lukisan asli dari Johannes Rach 1720-1783, pelukis Belanda yang telah melukis situasi kota Batavia dengan kondisi yang paling menarik dan paling lengkap. Juga seperti kata pengantar dari pernebit bahwa sebagian besar foto di ambil dari sumber buku JJ. de Vries. Dan kisah -kisah pelengkap pasti dari Teo Tek Hong.
***
Karena koleksi foto serta lukisan Batavia dari Perpustakaan nasional Indonesia baru terbit 2001, jadi pastilah Abdul Hakim sang penyusun tidak mendasarkan daftar bacaan dari ini. Sementara foto-foto menjelang abad ke 20 , foto-foto Batavia abad ke 19 juga baru diterbitkan oleh Archpelago Press Singapore tahun dengan penyusun Scott Merrilless tahun 2000 yang sangat comprehensif . Jadi buku Jakarta Tempo Doeloe ini sebetulnya mengutip dari sumber ke dua yang juga telah mengutip dari sumber kedua sebelumnya. Namun sebagai pemula pemerhati sejarah Kota Batavia, tentu buku ini sangat menarik.
***
Label: Sejarah Sosial
Monday, December 8, 2008
Bumi Manusia
Tak perlulah kuceritakan padamu kawan isi , plot serta akhir novel ini, karena kau bisa beli dan juga bisa baca dimana-mana. lagi pula resensi dan perdebatan tanpa ujung novel legendaris ini sudah seperti jajan pasar , di mana-mana , di setiap blog, situs dan juga pusat--pusat dokumentasi.
***
Sengaja aku posting di blog buku ini untuk mengenang sedikit masa-masa gerilya , masa-masa ketika mendengar, membaca ataupun memilikinya apalagi mendiskusikannya akan membuatmu jadi pesakitan rumah prodeo jaman orba. Jadi catatan ini hanyalah sebuah catatan kecil tentang biografi buku ini. Tak ada hubungan dengan semua diskusi ramai di luar sana, yang terkagum-kagum pada Pram selepas jaman reformasi pecah. Hiruk pikuk membaca Pram sebagai sebuah kegiatan selebritas. Lucu dan sekaligus haru.
***
Jangan pula kau terkekeh dan tertawa dengan sampul buku yang kau lihat di sini. Coba kau bandingkan dengan kover terbaru terkini dari Bumi Manusia terbitan Dipantara, maka kau akan bilang adu kasihan banget. Kok foto kopi sih ? Tapi buku kopian yang kau lihat di depan matamu adalah pusaka , juga sekaligus prasasti tentang sebuah masa mencari, mencari sesuatu yang menjadi legenda masa remajaku ketika smp, ketika nama Pram dan karya-karya nya hanya seperti sebuah mimpi besar yang dirindukan tapi tak pernah kulihat batang tubuhnya. Semakin lama, judul serta nama-nama novel Pram menjadi sebuah legenda dan akhirnya menjelma sebuah mitos masa remaja yang kadung sesuatu yang terlarang, yang tersembunyi !
***
Buku ini kubaca pertama kali tahun 1985-bersama dengan buku Anak Semua Bangsa dengan kover depan yang sama- 5 tahun setelah terbit dan di larang oleh orba. Yang kubaca adalah buku asli dengan warna merah putih mirip buku terakhir Rumah Kaca. Buku ini tak bisa dikopi di Jakarta akhirnya dikirim ke Bangka untuk di fotokopi. Jakarta masih cemas dan takut dengan hantu buku ini. Dari mana kudapatkan 2 buku ini tak perlulah aku ceritakan di sini. Yang jelas tahun 1985 aku sudah membaca dua buku pertama Pram. Dan jadilah buku yang kau lihat ini. Aspal !
***
Buku Bumi Manusia yang kau lihat adalah cetakan ketiga tahun 1980, tertulis catakan pertama Agustus 1980, cetakan kedua bulan September 1980 oleh penerbit Hasta Mitra oleh percetakan Ampat Lima Jakarta. Setahun kemudian buku ini di larang oleh Kejagung Jakarta !
***
Buku ini kutawarkan kepada guru smp ku tapi beliau takut dan menolak. Aku maklum posisinya sebagai pegawai negri menjadi riskan bila tahu sedang membaca sebuah buku hantu. Bisa di sel-kan minimal di pecat tanpa pesangan. jadi aku bawa pulang ke Jakarta. Hampir 20 tahun yang lalu. Amboi lama nian, aku menyimpan hantu tuyul jelek ini.
***
Tahun-tahun kemudian setelah selesai mambaca buku ini, sering kali aku ditawari buku yang sama dengan kover asli, sayang sekali aku tak tertarik lagi. Tapi tepatnya disebabkan oleh dana yang terbatas. Masa kuliah aku hanya hanya dapat subsidi Rp. 100 ribu dari kampung, mau beli buku mahal ? Bisa gak makan satu bulan. Harga buku asli -buku seken-sekitar Rp. 79-ribuan, murah ? Ho ho jangan pikir, Tahun 1990-an dollar maish Rp. 2300-. Jadi kau bisa hitunglah berapa harganya dengan kondisi sekarang .
***
Jadi kawan , ini bukan resensi tentang si Minke atau apa hubungan pemikiran Pram dengan Si Minke. Tapi ini sekedar catatan kecil -biografi sebuah buku aneh-buku jelek yang pernah membuat demam Indonesia, hantu tuyul kecil yang membuat Pram jadi kaya raya , dengan sebuah rumah kebon besar di Depok. Jadi pantaslah , Pram menulis hantu, orba dan pejabat orba memeliharanya jadi tuyul, maka jadilah buku jelek yang kau lihat ini !
***
Hanya satu kata buat Pram ...Bravo !!!
Label: Novel
Sunday, December 7, 2008
Di Balik Layar Laskar Pelangi
Membaca buku ini seperti mengenang kembali sebuah masa yang jauh , masa kecilku di kampung. Lokasi-lokasi syuting yang menjadi latar film LP ini seperti lukisan tentang masa kecilku. Semua padang, pohon serta background masyarakat Belitong 100 % mirip dengan masyarakat Bangka .
***
***
Tak ada yang asing bagiku di buku ini. Film ini seperti di buat untuk orang-orang sepertiku dengan masa kecil yang penuh warna di tanah Bangka Belitong. Walaupun kini lukisan masa kecil itu telah centang perenang oleh tambang rakyat dan juga tambang terbuka pasir kuarsa. Sebuah harta karun yang tak ada tandingannya itu kini hilang dan musnah.
***
Rita Triarna Budiarti telah mencatat adegan demi adegan dan segala pernik yang ada pada saat pembuatan film ini dengan sangat mengesankan . Bahkan ketika kita tak membaca bukunya atau menonton filmnya pun, maka buku ini seperti sebuah film lepas yang layak di tonton dan juga layak mendapat tepukan serta haru airmata.
***
Sejak semula telah kuduga bahwa Harun pasti diperankan oleh seseorang yang memiliki background yang sama . Dan itu adalah Yepri Yanuawar, murid kelas 4 Sekolah Luar Biasa Tanjong Pandang Belitong. Bravo buat Yepri Yanuar !
Label: Buku Film
Subscribe to:
Posts (Atom)