Wednesday, October 10, 2007

Laskar Pelangi

Tgl Beli : 05 Oktober 2007, Jumat -Harga Buku : Rp. 60.000-
Pengarang : Andrea Hirata -Penerbit : Bentang Pustaka-Cetakan Ketujuh Juni 2007 -xviii+ 534 Halaman
***
Buku ini baru menarik perhatianku setelah 2 tahun terbit sejak September 2005 cetakan pertama. Pada awalnya sering kubaca selintas saj di Gramedia tanpa minat membelinya ataupun menilik lebih jauh. Karema bahasanya pada awal-awal novel sama sekali tak menarik perhatianku, kurang terasa liris. Agak kasar dan blak-blakan. Jadi lewat sudah 2 tahun sejak terbit tanpa membuatku tergugah untuk beli.
***
Jadi terlambat juga aku kenal dengan Andrea Hirata. Pernah kutengok Sastra Belitong. Terlambat juga aku ikut hiruk pikuk euforia Laskar pelangi. Lalu menjelang akhir tahun ketika aku baca milis-milis mengenai LP, akhirnya aku terjerumus juga ke LP circle.
***
Aku baca dengan cepat dan menangkap sebuah warna lain dari cara bertutur sastra yang tak biasa. Jujur. Terbuka. Berusaha apa adanya. Tak ada pretensi untuk menjadi liris seperti Gabrile Garcia Marquez. Ataupun rumit pelik seperti Umberto Eco. Itu pada akhirnya yang membuatku tertarik. Tapi yang membuatku terbetot adalah kisah-kisah masa kecil di novel , yang menceritakan tentang tanah Belitong, seperti ditulis buatku. Yang hidup dan tumbuh di tahun-tahun yang sama dengan kisah dalam novel ini- di tanah Bangka , sebuah pulau juga menjadi korban perburuan timah di Indonesia. Bangka dan Belitong adalah dua pulau di tenggara pulau Sumatera. Sementara Belitong dalah pulang kecil kaki pulau Bangka , dia pulau yang telah mengubah peta timah dunia sampai hari ini.
***
Dan kisah selanjutnya kau semua sudah tahu kawan. Novel ini meledak dimana-mana dan menjadi buah bibir seantero negeri. Dan bagiku tetaplah novel ini sebuah fiksi yang mendasari dan mengambil serta mengolah kenangan masa kecil Ikal -si aku-yang sebagian besar berdasarkan kisah nyata Andrea Hirata-dengan bumbu bumbu fiksionalitas yang membuatnya lebih enak di cerna dna di baca. Dan itu sah-sah saja. Perdebatan mengenai apakah ini fiksi atau tidak tentu saja perdebatan tak berdasar . Mungkin konyol. Karya fiksi ketika ditulis tentu memiliki unsur-unsur kenyataan yang pastti dengan sengaja di modifikasi oleh penulisnya sebagai alat untuk mendramatisir makna secara keseluruhan. Sehingga paduan suasana, tokoh, background dan plot akan lebih mulus dan mengalir renyah ketika dibaca. Di sanalah unsur fiksionalitas berperan dan menjadi nyawa sebuah novel.Apakah didasari oleh kisah hidup Andrea Hirata, tentu tak lagi relavan. Sekali buku ini di tulis dengan ragam fiksi dan rekaaan dan juga di klaim sebagai novel oleh penulisnya, maka selanjutnya dia adalah fiksi. Yang tak lagi berkait dengan biografi si pengarang, sekental apapun data dan warna non-fiksi di dalamnya. Dia tetaplah sebuah fiksi. Kemudian kita sebagai pembaca kemudian melakukan konektisitas terhadap unsur nyata -katakanlah masa kecil penulis -smeua adalah sah-sah saja. Tentu kajian ini hanya akan menjadi sebuah kajian ekstrinsik saja. Gak masalh. Malah memperkaya apresiasi kita pada karya yang kita baca.
***
Ada yang menyebutnya biografical fiction, -maksudnya fiksi yang berbasis riwayat hidup, mungkin -atau apa saja, menurutku terlalu mengada-ngada. Laskar Pelangi adalah sebuah fiksi yang mengambil latar masa kecil pengarang. Teks-teks masa lalu yang kemudian menerjemahkan dirinya ke dalam sebuah alur, paduan plot-plot lepas, menjadi rangkaian-rangkaian fiksi. Kalau semua ini adalah 100 persen kisah nyata dari Ikal atau Andrea Hirata, maka Andrea Hirata tentu akan mengklaim lebih dulu sebagai biografi dirinya, bukan novel Laskar Pelangi.
***
Buku sederhana ini mengalir dalam nasibnya sendiri. Tak perlu di bela. Kekuatannya adalah terletak pada kesederhanaan. Apa adanya. Jadi bertepuk tanganlah kamu kawan buat minat baru pada sastra. Dan Andrea Hirata seperti sedang menyuguhkan es jeruk peras di tengah dahaga manusia-manusia pembaca Indonesia yang seolah-olah terbiasa ataupun terpaksa berpura-pura suka pada bacaan-bacaan Coca Cola. Andrea datang dengan jerus peras Melayu kampung Belitong. Dan pasar terkesiap. Jeruk peras itu begitu membumi...Air Jeruk peras dari bumi Melayu ! Kecut . Manis. Tapi menawarkan sebuah pelepas dahaga yang lain...sastra sederhana. Bravo Andrea Hirata !
***

No comments: